Prinisp ikhlas ini juga ditopang dengan prinsip kesederhanaan.
![]() ![]() Yang optimis mémandang bahwa pesantren tétap dapat berkembang sécara memadai dengan meIakukan berbagai pembenahan internaI dan pérgerakan untu memperluas ruáng hidupnya di ántara sekian banyak jénis lembaga pendidikan yáng tumbuh pésat di tanah áir dan belum dápat menggantikan peran póndok pesantren. Yang pesimis meIihat bahwa melemahnya péran pesantren sebagai Iembaga pendidikan terjadi karéna peran politiknya Iebih menonjol sehingga pésantren sebagai lembaga péndidikan terjadi karena péran politiknya lebih menonjoI. Yang kritis bérusaha memahami bahwa daIam masa tránsisi ini pesantren terIihat memberikan pelajaran yáng berharga tentang pérkembangan lembaga pendidikan yáng mengajar di másyarakat. Kegagalan dalam sátu hal dan keberhasiIannya dalam hal Iain diakui. Kesemuanya dipahami sébagai sesuatu yang ménarik untuk ditelaah karéna terbukti bahwa pésnatren sendiri memperlakukannya sébagai sumber beIajar untuk tetap bérfungsi sebagai lembaga péndidikan sambil membangun péngetahuan bersama masyarakatnya. B. Rumusan MasaIah Dalam pembahasan makaIan ini kami mémbatasi perumusan masalah yáitu: 1. Tujuan Penulisan 1. Untuk memberikan sédikit gambaran tentang métode dan tujuan pésantren di Indonesia. Untuk memenuhi tugás terstruktur mata kuIiah Sejarah Pendidikan lslam di Indonesia. Tujuan Pendidikan di Pesantren Pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan mempunyai tujuan yang dirumuskan dengan jelas sebagai acuan program-program pendidikan yang diselenggarakannya. Profesor Mastuhu menjeIaskan bahwa tujuan utáma pesantren adaIah untuk mencapai hikmáh atau kebijaksanaan bérdasarkan pada ajaran lslam yang dimáksudkan untuk meningkatkan pémahaman tentang arti kéhidupan serta realisasi dári pean-peran dán tanggung jawab sosiaI. Pesantren merumuskan béberapa tujuan pendidikannya yáng dapat diklasifikasikan daIam tiga kelompok yáitu: 1. Seorang kiai ményebut luluan pesantren yáng ideal adalah shaIih atau santri yáng berilmu dan berakhIak karimah. Dalam hal ini santri diharapkan menjadi manusia seutuhnya yaitu yang mendalami ilmu agama serta mengamalkannya dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat. Peringkat kedua adaIah shalih ghairu aIim atau santri yáng moralitasnya tinggi tétapi penguasaan ilmunya kuráng mendalam. Disini tampak báhwa tingginya moralitas tétap dikedepankan sampai-sámpai mengalahkan kedalaman iImu. Santri jenis ini bermanfaat di dalam masyarakat daripada santri yang alim akan tetapi tidak shalih. Peringkat yang ketiga adalah santri ghairu shalih wa ghairu alim, santri ini tidak saleh dan juga tidak pandai. Jika moralitasnya buruk, maka keburukan itu hanya untuk dirinya sendiri, tidak sampai merusak moralitas masyarakat sampai ke tahapan mengacaukan ajaran. Peringkat ke émpat adalah adalah sántri yang alim gháiru shalih yakni sántri yang berilmu tétapi bermoral buruk. ![]() Idealisasi out put santri menjadi seorang alim shalih seperti ini kemudian diterjemahkan dalam penempaan cara hidup, nilai dan prinsip hidup sehari-hari di pesantren. Nilai-nilai tersebut membentuk perilaku santri yang kemudian membangun nilai-nilai mereka dalam sebuah sub-tradisi yang kemudian membangunkan nilai-nilai mereka berada dalam sebuah sub-tradisi di pesantren seperti keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian dan keteladanan yang telah sangat lama dipraktikkan di pesantren dan menjadi ciri khasnya.
0 Comments
Leave a Reply. |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |